Memaknai Hari Raya Qurban #01

assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....
bismillahirrahmanirrahiim...
pembaca yang budiman, alhamdulillah, pagi ini penulis masih diberi kesempatan untuk saling beragi pemahaman, dan pastinya penulis sangat butuh masukan dari pembaca yang budiman...

ied mubarok...
marhaban yaa ied mubarok...

hari raya qurban (idul adha,pen), adalah hari raya akbar umat islam, banyak makna yang terkandung dari peristiwa ini, bukan hanya masalah menyembelih hewan ternak, atau mengingat peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS...
lebih dari itu, kita harus lebih bijak dalam memaknainya.

1. Memaknai peristiwa ditinggalkannya Hajar dan Ismail AS
lama Rasul nan hanif menunggu keturunannya, hingga beliau tua renta, ia pun bermunajat pada Allah, karena takut tak memiliki generasi penerus, agar bisa meneruskan Risalah tauhid...
akhirnya beliau mendapatkan seorang putra, Ismail AS...di tengah rasa cinta dan senang yang begitu besar, Sang Nabi diminta untuk meninggalkan istri dan anaknya, di sebuah padang tandus, dan karena perintah itu dari Allah SWT, maka beliau menurutinya.
apa maknanya saudaraku?
jangan pernah berfikir, di sini Allah kejam terhadap Ibrahim, pahamilah, ada atau tidak ada Ibrahim di sisi anak dan istrinya, tetap saja, yang maha menjaga dan memberi rizki itu adalah Allah SWT.
Teladan, itulah yang ditunjukkan oleh Rasul kita tersebut, tak ada keraguan padanya ketika Allah memerintahkannya, ratusan tahun ia menantikan putra, ketika dapat, ia harus meninggalkan, inilah bukti ikhlas seikhlas-ikhlasnya...
Sahabat pembaca yang budiman, sekarang tanyakan pada diri kita, sudah berapa kali kita tahu dan mendengar peristiwa ini?
sudah kah kita memaknainya? sudahkah kita berupaya untuk menajalankan hikmahnya?
penulis jadi teringat, pesan (cerita) dari seorang ustadz yang mengisahkan kejadian pada keluarga Imam Syahid Hasan Albanna, ketika anaknya sedang sakit, dan ia harus mengisi pengajian. Sang imam rahimahullah berkata pada istri dan anaknya, "ada atau tiada diriku, tidak akan mampu menyembuhkan anakku, karna Allah lah yang maha menyembuhkan...maka izinkan aku untuk tetap berdakwah" (afwan, kira2 seperti itulah yang dikatakan). dan luar biasa, karna dakwah sudah menjadi keseharian mereka, maka tidak ada pertentangan, ikhlas. Benarlah kiranya konsep itu, dengan keikhlasan itu Allah ridho terhadap beliau, hingga kesembuhan anaknya sudah menjadi jaminan dari Rabbi izzati.
saudaraku pembaca yang budiman, betapa indahnya bila kita (yang sudah tahu sebenarnya) bila masuk ke dalam islam secara kaffah, berislam berarti menyerahkan semua urusan (yang tidak ada kuasa kita) kepada Allah, dari masalah JODOH, RIZKI, dan MAUT sekalipun.

2. Memaknai peristiwa munculnya zam-zam
saudara pembaca yang budiman...
sepeninggal Ibrahim AS, kedua insan mulia tadi mengalami kehausan yang begitu dahsyat, Ismail AS merengek sejadi-jadinya minta air minum.
Hajar r.a.pun bingung, ke mana harus mencari air di tengah gurun pasir tandus itu, terlihatlah olehnya di kaki bukit ada seperti oase (kaki bukit syafa), maka ia kejar, sesampainya di sana, ternyata itu hanyalah fatamorgana, dengan kebingungan karna tangisan Ismail, ia kembali mencari, dan terlihat lagi di kaki bukit marwa ada oase, dan itu juga hanya fatamorgana, begitulah terus.
Ismail yang kehausan terus merengek, dan menghentak-hentakkan kakinya di pasir, dan luar biasa, sebuah mata air menyembur dari bekas hentakan kaki Ismail AS, Hajar pun berteriak," zami zami...!"... seraya bersyukur pada Allah, ia pun mengambil air tersebut untuk diminum oleh Ismail AS.
saudaraku pembaca yang budiman, lalu apa ibrah yang dapat kita petik dari kejadian ini?
bukannya tanpa dicari ke sana ke mari Hajar bisa saja minta langsung tanpa usaha pada Allah, karna posisinya sebagai istri seorang Rasul mulia.
Dan tidak mustahil bagi Allah untuk langsung memberikan apa yang dibutuhkan oleh mereka.
Tapi tidak, sesungguhnya Allah ingin menunjukkan, bahwa pertolongan Allah itu tidak datang serta merta, butuh kesabaran, ketawakalan, dan pengorbanan untuk mendapatkan pertolongan dari Allah, siapapun kita.
Begitu juga kejadian (peristiwa) ketika Maryam (ibunda Nabi Isya AS) diusir warga, dan dalam kehausan yang teramat sangat, Allah tak langsung memberikan minuman, namun Allah memerintahkan beliau untuk menghentakkan kakinya ke sebuah pohon (kelapa), maka jatuhlah buahnya, dan kebutuhan Maryam pun terpenuhi.
Saudaraku pembaca yang budiman, lihatlah, pribadi-pribadi yang kesholehannya tak diragukan lagi saja masih saja harus berusaha untuk mendapatkan sesuatu, tidak instan, pantaskah kita berharap pertolongan instan dari Allah atas masalah kita tanpa doa, usaha, dan tawakkal pada-Nya ???
pahamilah saudaraku, Allah tak akan merubah nasib suatu kaum bila kaum itu tidak merubahnya !
Renungkan, dan mulailah untuk berusaha...

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd...

(bersambung ke Memaknai Hari Raya Qurban #02)

0 komentar:

Posting Komentar